Lampung Utara, Indo Merdeaka – Temuan BPK RI perwakilan Lampung tahun 2021 prihal piutang pajak Bumi dan Bangunan- Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2).

Di Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Kabupaten Lampung Utara mencapai Rp10,6 miliar.

Piutang sebesar itu disebabkan kerena lemahnya pengelolaan PBB-P2 dari Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Lampung Utara.

PBB-P2 itu tertuang dalam laporan hasil pemeriksaan BPK RI perwakilan Lampung atas sistem pengendalian intern dan kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang- undangan pada Pemkab Lampung Utara/Lampura tahun 2021 dengan nomor : 31B/LHP/XVIII.BLP/05/2022. LHP itu dikeluarkan pada tanggal 21 Mei 2022.

Kepala BPPRD Lampung Utara, M. Saragih Mengatakan, pihaknya telah menindak lanjuti temuan BPK tersebut, BPPRD telah membentuk tim validasi dan verifikasi, serta tim penagihan PBB-P2.

“ kita telah bentuk tim. Terbagi dari tim validasi dan verifikasi‎, dan tim untuk penagihan PBB-P2,” jelas M. Saragih, Rabu (15/6/2022).

Dikatakan Saragih, dua tim memiliki tugas untuk Proses validasi dan ‎verifikasi usai temuan BPK, dimulai dari Kecamatan Kotabumi Utara. Namun, langkah serupa sebelumnya telah mereka lakukan di lima kecamatan lainnya.

“Piutang itu tersebar merata di seluruh kecamatan, tapi yang paling banyak itu di Kecamatan Kotabumi Selatan,” ‎kata dia.

M. Saragih menjelaskan, piutang PBB-P2 itu terdiri dari piutang PBB-P2 hasil pelimpahan dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kotabumi ke Pemkab Lampura pada tahun 2014 silam, dan piutang PBB-P2 setelah pelimpahan tersebut. Ia berdalih, ‎PBB-P2 itu bukannya tidak ditagih, melainkan selalu ditagih tiap tahunnya. Namun, lantaran capaian targetnya tidak selalu terpenuhi maka terjadilah piutang tersebut.

“Setiap tahun misalnya target sekian, tapi yang terealisasi 90 persen. Sisa 10 persennya itu yang mau ditagih,” terangnya.

Meski menjadi temuan BPK, namun M. Saragih memastikan, penagihan piutang itu tak akan selesai pada tahun ini, melainkan baru akan rampung pada tahun 2023 mendatang. Itu disebabkan karena jumlah wajib pajak yang menunggak mencapai ratusan ribu orang.

“Yang jelas, kami akan terus ke lapangan. Nanti hasilnya apa, ditunggu saja. Semua kemungkinan bisa saja terjadi,” tegas dia saat ditanya mengenai kemungkinan adanya PBB-P2 yang belum disetorkan oleh petugas.

Dalam LHP BPK pada 21 Mei 2022 lalu itu disebutkan bahwa ‎piutang itu di antaranya disebabkan oleh tidak optimalnya Kepala BPPRD dalam mengelola piutang PBB-P2 yang menjadi tanggung jawabnya, petugas pemungut PBB-P2 desa lalai tidak secara tepat waktu menyetorkan penerimaan PBB-P2.

Oleh karena itu, BPK merekomendasikan bupati di antaranya agar memerintahkan Kepala BPPRD menyelesaikan pendataan dan validasi piutang sampai dengan tahun 2020. Kemudian, mengelola penatausahaan piutang sesua dengan kebijakan yang telah ditetapkan, dan meningkatkan pengawasan atas pelaksanaan pemungutan PBB-P2 (R)

Bagikan: