Jakarta, Indo Merdeka – Sebetulnya posisi Partai Golkar lebih mumpuni ilmu politiknya sebagai elite mirip dengan eliti PNI dimasa Soekarno, Sedang PDI P sebaliknya cuma loyalis tapi bukan Banteng aduan tapi sekedar Banteng hiasan.

“Kuncinya Golkar harus melakukan konsolidasi ke akar rumput yang lebih baik sebagai Nasionalis Pancasilais yang dibentuk Soekarno tahun 1964”, ujar King Gaudi mantan demonstran di Los Angeles, USA, yang kini mukim di Surabaya.

Ia dihububungi dari Jakarta, Minggu (31/7/2022) seiring dengan terus bergulirnya wacana pencapresan antar parpol

Posisi Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto sebagai calon Presiden, katanya lagi, berbeda sangat dengan Prabowo, Anies, Sandiaga Uno yang sempat bulan madu dengan kelompok identitas kanan.

Disatu pihak PDI P sudah tidak punya tokoh sejak menang Pemilu 2014 namun bisa diselamatkan berkat oleh Jokowi yang muncul jadi Capres dan terpilih dua periode 2014 dan 2019.

Dibanding Ganjar dan Puan, figur sosok Airlangga Hartarto lebih berkualitas sebagai person dan pimpinan partai besar, tambahnya

Disisi lain PDi P yang membawa ajaran Soekarnois masih gagap atau tidak kelihatan dimasarakat. Sedangkan Golkar anak fungsional Soekarno dari dulu dilahirkan Soekarno untuk jadi Nasionalis Pancasilais, kata Gaudi mantan atlit basket.

Hanya, sejak di era orde baru Golkar direbut dipimpin militer. Dan Airlangga dalam 4 tahun mimpin Golkar telah berhasil membawa Golkar jadi partai sipil yang modern dan berkualitas. Bahwa benar di awalnya Soekarno melahirkan Golkar atau Sekber Golkar dipimpin oleh militer tapi miliiter yang disipilkan, ini jangan dilupakan. Dibawah Airlangga Golkar sudah sipil benar, tegasnya.

“Jadi kalau mau menang Golkar harus jadi Nasionalis Pancasilais ditengah parpol yang berselingkuh dengan politik kanan atau politik identitas Khilafah”, tandasnya.

“Saya yakin suara Nasionalis pada 2024 akan tersedot ke Golkar asal konsolidasi berjalan baik”, paparnya.

Pada pilpres 2024, saingan Airlangga adalah Prabowo yang juga nasionalis . “Tapi bedanya Prabowo pada 2014 dan 2019 masih ada sisa sisa politik kanan politik identitas meski bergabung dengan pemerintahan Jokowi di 2019”, ungkap Gaudi.

Memang untuk kerja di pemeriintahan Prabowo ternasuk baik, berbeda dengan saat berpolitik tidak becus, zig zag oportunis cari dukungan kepada politik identitas yang tidak akan dilupakan sejarah sampai dimanfaatkan kelompok kanan, imbuhnya.

Sementara PDI P gagal jadi Soekarnois tulen karena masih takut disorot akibat sisa sisa masa lalu. PDIP tampak hati hati. Ilmu politik elite PDI P kalah dengan PNI yang melahirkannya secara person dan idiologi, tragis jika Banteng cuma jadi hiasan bukan Banteng aduan walau pemilihnya loyal dan punya pendukung massa.

Kata Gaudi, Golkar sekarang jadi menarik perhatian kembali karena Golkar sebagai partai kader lebih matang dibawah sipil, paparnya.

Sedang PDI P mendapat empati karena peristiwa Kudatuli 1996 dan munculnya Jokowi dua periode 2014 dan 2019. Pada 2024 PDI P kembali akan cuma tinggal jadi partai massa jikalau Soekarno baru belum muncul, ujar Gaudi.

Untuk diketahui Golkar sekarang lebih religius dengan direvitalisainya Satkar Ulama Indonesia, Majelis Dakwah Indonesia dan Al Hidayah yang jadi sayap Partai Golkar. oce

Bagikan: