Jakarta, Indo Merdeka – Kasus gagal ginjal akut pada anak yang mencuat sejak bulan Oktober 2022, mendapat perhatian khusus dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Menurut BPOM, merebaknya kasus gagal ginjal akut yang menyebabkan kematian pada anak salah satunya karena lemahnya kontrol dari perusahaan farmasi. Perushaan farmasi memiliki kewajiban untuk menjalankan kontrol secara rutin terhadap produk yang diperjual belikan.

Atas dasar itulah, BPOM mencabut izin produksi lima perusahaan Farmasi setelah melalui serangkaian observasi dan mendapatkan informasi dari berbagai pihak.

“Ya, ini kami lakukan setelah mendapat informasi dari berbagai pihak terutama dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terkait banyak hal, salah satunya terkait obat yang dikonsumsi pasien,” kata Direktur Pengawasan Produksi BPOM, Togi Junice Hutaddjulu dalam diskusi daring FMB9 di Jakarta, Kamis (24/11/22).

Dalam diskusi bertema “Perkembangan Hasil Penelitian Obat Mengandung EG dan DEG pada Kasus Gagal Ginjal Akut”, Togi mengatakan pihaknya tak hanya mencabut izin perusahaan, BPOM sendiri telah menyerat perusahan-perusahan tersebut ke ranah hukum dan sejauh ini telah ada dua perusahaan yang ditahan.

“Ada dua perusahaan yang sudah ditahan. Sekali lagi proses ini kita ambil setelah melalui tahapan termasuk uji laboratorium di lab kami mengenai sumber obat yang menyebabkan gagal ginjal akut pada anak” terang Togi.

Togi mengatakan, secara hukum perusahan perusahan obat ini sebenarnya memiliki kewajiban untuk memproduksi obat-obat yang berkualitas bagi pasien, tapi dalam kenyataannya itu tidak diperhatikan secara sungguh-sungguh.

“Ini tercantum sangat jelas dalam beberapa Undang-Undang, baik di dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, di Undang-Undang Kesehatan RI dan bahkan di Undang-Undang Cipta Kerja, jelas kewajiban industri Farmasi adalah memastikan obat yang diproduksi dan yang kemudian diedarkan terjaga,” kata Togi.

Terkait penelitian terhadap sirop-sirop anak yang diduga bermasalah, Togi mengatakan pihaknya terus bergerak cepat untuk memastikan kesedian obat yang berkualitas dengan beberapa langkah strategis, termasuk melakukan verifikasi terhadap produk-produk yang bermasalah.

“Sejauh ini kami tetap melakukan penelitian terhadap apapun yang terjadi terutama atas laporan dari masyarakat. Kami akan terus melakukan pengujian tersebut. Harapan masyarakat sekarang kan tersedia obat yang dibutuhkan. Itu yang sekarang kami lakukan benar-benar dengan melakukan verifikasi terhadap produk-produk yang bermasalah,” paparnya.

Update Penelitian Obat Sirup
Togi menyampaikan, per 17 November 2022, BPOM telah meneliti sebanyak 126 obat sirup obat hasil verifikasi pengujian mandiri perusahaan farmasi yang aman sepanjang digunakan sesuai aturan.

“Kami melakukan penelitian, sampling. Ada 126 produk dengan jenis obat. Produknya 100an yang masih dalam proses penelitian,” bebernya.

Sedangkan terkait obat yang tidak memenuhi standar tapi lolos dalam proses produksi, Togi mengatakan, “Saat tertentu pada waktu itu, untuk bahan baku utamanya, karena pandemi persediaannya menurun. Kesempatan inilah yang digunakan oleh suplayer-suplayer karena kewenangan BPOM tidak sampai ke sana,” tutur Togi.

 

BPOM telah merilis 126 sirup obat hasil verifikasi pengujian mandiri perusahaan farmasi yang aman sepanjang digunakan sesuai aturan. Selain itu juga BPOM merilis 168 sirup obat berdasarkan data registrasi BPOM yang tidak menggu akan 4 zat pelarut glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan gliserin/gliserol.

Bagikan: