Palembang – Sidang pra peradilan yang melibatkan Yusman Reza, dalam kasus penipuan dan penggelapan dokumen kembali memanas. Dalam sidang ketiga ini,  mendatangkan saksi ahli Dr. Hamonangan Albariansyah, S.H., M.H. Jum’at (9/8/2024).

Saksi Ahli Dr. Hamonangan Albariansyah, S.H., M.H. menyatakan bahwa sidang tersebut merupakan sidang terbuka untuk umum dan harus didahului dengan putusan inkrah. Menurutnya, penetapan status tersangka harus melewati serangkaian pengujian dan pembuktian yang ketat.

Ia menegaskan bahwa dalam perkara pertama, harus dilakukan pembuktian secara kumulatif untuk membuktikan adanya penipuan dan penggelapan yang memberatkan.

“Namun, pandangan berbeda disampaikan oleh para pengacara dari Yayasan Bantuan Hukum Sumsel yang membela Yusman Reza,” katanya saat diwawancarai usai sidang, di Pengadilan Negeri Palembang.

Ditempat yang sama, Tim Kuasa Hukum Yusman Reza Meri Andani, S.H., didampingi Siti Patonah, S.H., dan Wati Arimbi, S.H., M.H., menyatakan bahwa proses peningkatan status klien mereka menjadi tersangka terkesan terburu-buru. Mereka berpendapat bahwa fakta-fakta dalam persidangan belum mengungkap secara jelas keterlibatan Yusman Reza dalam kasus tersebut.

“Kami berkeyakinan bahwa status tersangka terhadap klien kami harus dibatalkan oleh majelis hakim. Dan dalam persidangan tidak ditemukan alat bukti yang mendukung tuduhan terhadap Yusman Reza,” tegasnya.

Menurutnya, penetapan status tersangka ini tidak sah karena sebelumnya sudah ada putusan inkrah yang menyatakan Yusman Reza bersalah atas penipuan. Namun, dalam putusan tersebut juga disebutkan adanya penggelapan dokumen, yang seharusnya sudah diproses bersamaan.

“Harapannya, majelis hakim mengabulkan permohonan kami dan menyatakan bahwa penetapan tersangka ini tidak sah,” lanjutnya.

Ia juga mempertanyakan mengapa kasus yang sama, dengan objek dan waktu yang sama, dilaporkan kembali dan diproses menjadi perkara baru.

“Kami tidak mau sekadar lisan, kesimpulan ini kami buat sampai 19 halaman untuk menunjukkan keseriusan kami,” ujarnya.

Salah satu poin yang ditonjolkan dalam kesimpulan tersebut adalah mengenai lokasi kejadian tindak pidana yang dilaporkan oleh pihak pelapor. Menurut laporan polisi, tindak pidana tersebut terjadi di sebuah rumah makan bernama Pempek Bandara pada tahun 2019. Namun, fakta yang ditemukan oleh tim kuasa hukum menunjukkan bahwa rumah makan tersebut baru dibuka pada tahun 2020.

“Ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian dalam laporan polisi. Lokasi kejadian yang disebutkan jelas tidak mungkin, karena rumah makan tersebut belum ada pada tahun yang dilaporkan,” tegas Siti Patonah.

Lebih lanjut, ia juga menyoroti kejanggalan dalam laporan terkait penggelapan dokumen yang diduga terjadi di kantor PT Musi Perkasa pada tanggal 11 Desember 2019. “Kami yakin bahwa perkara ini penuh dengan rekayasa. Harapan kami, hakim tunggal tetap tegak lurus dan mengutamakan keadilan,” katanya.

Dalam persidangan, saksi ahli juga menyebutkan bahwa prosedur penetapan status tersangka sejak awal sudah cacat hukum.

“Prosedur dari awal sudah tidak benar, seharusnya dari awal sudah batal demi hukum. Kami percaya bahwa hakim akan menegakkan keadilan tanpa pandang bulu,” katanya.

Di akhir sidang, Wati Arimbi juga menyoroti bahwa laporan polisi yang menjadi dasar penetapan tersangka Yusman Reza hanya berdasarkan asumsi. “Keterangan saksi yang menyatakan bahwa dokumen yang diduga digelapkan berada pada klien kami tidak cukup kuat,” ujarnya.

Menurut Wati, kliennya hanya seorang yang diberi kepercayaan oleh pihak PT untuk mengurus perizinan, dan tidak terlibat langsung dalam tindak pidana yang dituduhkan.

“Klien kami ini punya banyak relasi yang membantu dalam pengurusan perizinan, jadi tuduhan ini sangat tidak berdasar. Semoga hakim dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya, karena kami meyakini adanya ketidakadilan dalam kasus ini,” harapnya.

Disisi lain, Ketua Aktivis Mahasiswa Maulana menyampaikan bahwa Perkara yang sama sudah ada di putusan, Locus Dan Tempus yang berubah-ubah, alat bukti yang tidak ada hanya berdasarkan asumsi.

“Kasus ini dipaksakan, dan diduga ada oknum-oknum mafia hukum yang bermain periksa PT Musi Perkasa,”pungkasnya.

Bagikan: