Palembang – Pemusnahan bersama barang hasil penindakan dalam rangka mendukung program asta cita Presiden Republik Indonesia di Wilayah Bea Cukai Sumatera Bagian Timur, Selasa (17/12/2024).
Kepala Kantor Wilayah DJBC Sumatera Bagian Timur, Agus Yulianto mengatakan Bea Cukai memiliki tugas pokok dan fungsi sebagai Revenue Collector yaitu mengoptimalkan penerimaan negara, Community Protector yaitu melindungi masyarakat, Trade Facilitator dan Industrial Assistance yaitu memfasilitasi perdagangan dan industri. Tugas pokok dan fungsi ini sebagaimana tertuang pada Misi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Jelasnya, tugas pokok dan fungsi ini juga dilaksanakan oleh Bea Cukai Sumatera Bagian
Timur (Bea Cukai Sumbagtim) dengan liputan wilayah kerja yaitu Provinsi Sumatera Selatan yang diawasi dan dilayani oleh Bea Cukai Palembang, Provinsi Jambi yang diawasi dan dilayani oleh Bea Cukai Jambi, Provinsi Bangka Belitung, yang diawasi dan dilayani oleh Bea Cukai Pangkalpinang untuk Kepulauan Bangka dan Bea Cukai Tanjungpandan untuk Kepulauan Belitung.
Dalam menjalankan fungsi Revenue Collector atau mengoptimalkan penerimaan negara, sepanjang tahun 2021 sampai dengan November 2024, Bea Cukai Sumbagtim telah mengumpulkan penerimaan negara sebesar 9,5 triliun rupiah yang terdiri dari Bea Masuk sebesar 730,4 miliar rupiah, Bea Keluar sebesar 2,7 triliun rupiah, Cukai sebesar 4,6 miliar rupiah dan Pajak Dalam Rangka Impor dan Ekspor sebesar 6,1 triliun rupiah.
“ Dalam fungsi Trade Facilitator dan Industrial Assistance atau memfasilitasi perdagangan dan industri, sepanjana periode tahun 2021 sampai dengan November 2024, Bea Cukai Sumbagtim telah menerbitkan 562 (lima ratus enam puluh dua) keputusan fasilitas kepada 31 (tiga puluh satu) perusahaan berupa: 16 (enam belas) keputusan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) yang diberikan kepada 8 (delapan) perusahaan; 22 (dua puluh dua) keputusan fasilitas,” katanya saat konferensi pers.
Agus Yulianto juga menyampaikan, bahwa Pusat Logistik Berikat (PLB) yang diberikan kepada 8 (delapan) perusahaan 8 (delapan) keputusan fasilitas Kawasan Berikat (KB) yang diberikan kepada 2 (dua) perusahaan, dan 516 (lima ratus enam belas) keputusan fasilitas kepada 13 (tiga belas) perusahaan Migas dan Panas Bumi yang berada di Provinsi Sumatera Selatan, Jambi, dan Bangka Belitung.
Dalam hal fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE), rasio surplus perdagangan mencapai 26,8 : 1 dan telah menyumbangkan devisa ekspor lebih dari 5,9 miliar dolar Amerika serta telah membuka ribuan lapangan pekerjaan.
Tidak sebatas perusahaan-perusahaan besar, Bea Cukai Sumbagtim juga turut mendorong Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) melalui program Rumah Kreatif bersama Kementerian Keuangan Satu yang mendukung 183 (seratus delapan puluh tiga) UMKM untuk dapat bersaing dan maju hingga dapat menembus pasar ekspor.
“Sebagai komitmen Bea Cukai dalam menjalankan fungsi Community Protector atau perlindungan masyarakat, Bea Cukai Sumbagtim sepanjang tahun 2021 sampai dengan bulan November tahun 2024 telah melakukan lebih dari 4 ribu kali penindakan dengan barang yang ditegah antara lain 321,1 kilogram narkoba, 41,1 ribu butir obat-obatan terlarang, 690,7 ribu ekor Benih Bening Lobster (BBL), 121,3 ribu liter minuman beralkohol ilegal, dan 84,6 juta batang rokok ilegal,” bebernya.
Disisi lain, Keseluruhan barang penindakan tersebut bernilai 467,3 milyar rupiah dengan risiko kerugian negara mencapai 140,7 milyar rupiah dan telah menyelamatkan 1,38 juta jiwa dalam hal penegahar narkoba bila sampai ke masyarakat. Barang-barang hasil penindakan berupa narkoba telah ditindaklanjuti proses hukumnya oleh Kepolisian dan BNN, serta Benih Bening Lobster (BBL) telah diserahkan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk dilepasliarkan.
Barang-barang berupa minuman beralkohol ilegal dan rokok ilegal, Lanjut Agus Yulianto, sebagian ditindaklanjuti dengan ultimum remedium yaitu tindakan hukum yang lebih diutamakan untuk menggantikan hukuman pidana dengan denda yang memberikan efek jera senilai 2,6 miliar rupiah. Terhadap barang-barang hasil penindakan yang melalui proses hukum ultimum remedium ini tidak dikembalikan kepada pemiliknya meskipun telah diselesaikan proses hukumnya, tapi juga ikut dimusnahkan.
“ Barang-barang hasil penindakan yang dimusnahkan saat ini berjumlah 23,9 juta batang rokok ilegal dan 1,1 ribu liter minuman beralkohol ilegal senilai 24 miliar rupiah. Pemusnahan ini merupakan hasil penindakan dari tahun 2021 hingga 2024 berdasarkan 202 (dua ratus dua) Keputusan Barang yang Menjadi Milik Negara (BMMN) yang berasal dari 552 (lima ratus lima puluh dua) penindakan yang belum dimusnahkan pada periode pemusnahan sebelumnya pada Bea Cukai Sumbagtim, Bea Cukai Palembang, dan Bea Cukai Pangkalpinang,” jelasnya.
Lanjutnya, sedangkan untuk Barang yang Menjadi Milik Negara pada Bea Cukai Tanjungpandan telah dimusnahkan pada tanggal 4 Desember lalu. Barang-barang yang dimusnahkan ini dipastikan untuk dirusak agar tidak dapat kembali dikonsumsi oleh masyarakat. Hal ini, karena tujuan mendasar atau filosofi pengenaan cukai bukanlah sebagai penerimaan negara melainkan untuk mengendalikan konsumsi dan pengawasan peredaran terhadap barang berbahaya yang mengganggu kesehatan masyarakat.
Komponen pungutan cukai ditambahkan untuk meningkatkan harga barang agar tidak mudah untuk diperoleh masyarakat. Hal ini dengan mempertimbangkan 3 (tiga) faktor penting selain Kesehatan Masyarakat itu sendiri, yaitu: Penyerapan Tenaga Kerja yang mencapai 6 juta jiwa pada rantai produksi (petani hingga distributor) dan lebih dari 10 juta jiwa tenaga kerja yang tidak terhubung langsung dengan industri seperti pedagang eceran dan jasa pendukung lainnya; risiko meningkatnya Peredaran Barang llegal yang harus dihadapi; termasuk risiko hilangnya salah satu sumber Penerimaan Negara.
Ia juga menambahkan, Alokasi Penerimaan Negara untuk menunjang kesehatan dapat terlihat dengan jelas pada ketentuan penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau yang didistribusikan ke Pemerintah Daerah yang mengatur 40% (empat puluh persen) dari dana tersebut dianggarkan untuk kesehatan, 50% (lima puluh persen) untuk kesejahteraan masyarakat, dan 10% (sepuluh puluh persen) untuk penegakan hukum di bidang cukai.
Hal yang sama juga terlihat jelas dalam ketentuan tentang Pajak Rokok yang didistribusikan ke Pemerintah Daerah yang mengatur bahwa paling sedikit 50% (lima puluh persen), dana tersebut digunakan untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum di bidang cukai di mana 75% (tujuh puluh lima persen)-nya (ekuivalen sebesar 37,5% (tiga puluh tujuh setengah persen) dari keseluruhan dana) wajib dialokasikan untuk mendukung penyelenggaraan program.
“ Bea Cukai mengajak seluruh masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam menekan peredaran rokok ilegal, yang harganya lebih murah sehingga mudah terjangkau untuk dikonsumsi masyarakat dan menjadi salah satu alasan yang menyebabkan peningkatan prevalensi perokok menjadi 28,99% (dua puluh delapan koma sembilan sembilan persen). Pada bulan November 2024 dari 28,62% (dua puluh delapan koma enam dua persen) pada Desember 2023. Partisipasi seluruh masyarakat dapat sangat berperan dalam meningkatkan kesehatan masyarakat,” pungkasnya.