Oleh : Erwin Jose Rizal /Wartawan www.indomerdeka.com,
DPR RI memutuskan dan berkomitmen secara kelembagaan akan memperkuat Parlemen Modern dengan lebih intensif teknologi lewat panetrasi penerapan
Aplikasi sosial media sesuai dengan tuntutan zaman guna untuk pemulihan recovery DPR yang lebih baik, kerja lebih cepat didalam menyampaikan hasil hasil rapat kerja sampai dengan produk persetujuan Undang Undang yang dihasilkan oleh DPR.
Apakah sosmed DPR mampu beriintraksi dengan publik dalam tempo kekinian ditengah pergulatan dengan teknologi yang tiada sebelumnya akan serta merta akan memulihkan level posisi DPR dimata rakyat ?.
Sosial media adalah wahana interaksi data berbasis cyber internet lewat satelit ditentukan oleh akses yang membuahkan eksis..
Pelajaran
Sejumlah domain atau aplikasi sosial media bahkan bisnis, beberapa banyak mengalami kegagalan. Ini menarik sebagai perbandingan. Ini akan jadi berguna dalam mengidentifikasi kesuksesan, agar kegagalan tak terulang dalam menjawan tantangan baru dibalik ide positif sosial media.
Apalagi DPR masih menanggung beban berat warisan
DPR yang pernah dikenal sebelumnya sebagai perwakilan politisi 4D, justru di saat sekarang di era Parlemen Modern menuntut tranformasi kebaruan itu.
Walau memasuki dunia sosial media tidak ada jaminan Viral meski sudah investasi biaya besar, peralatan canggih dan lengkap maka akan dapat pengakuan dari netizen di dunia sosmed yang liberal.
Memang sosmed tidak melarang Viral dan sosmed juga tidak melarang bangkrut atau tidak jadi mainstream rujukan.
Bahwa dunia sosmed adalah dunia berkompetisi sebagai individu, dan kekuatan power adalah sebagai bonusnya.
Pada suatu ketika di tahun 2014 menjelang Pemilu Presiden tahun 2014, seorang pengusaha minyak yang politisi menjelaskan tentang perubahan tata kelola di internal perusahaannya yang dipimpin oleh well aplikasi soal teknologi informasi dengan menerapkan automation office lewat teknologi digital mulai dari produksi, keuangan dan penjualan agar dapat bisa diukur dan dikontrol tingkat produktifitas, dan laba tentunya dari hari per hari sebagaimana yang berlaku didunia usaha yakni profit motif.
Namun alhasil posisi perusahaan yang dikendalikan lewat teknologi informasi di pasar agregat yang kompetitif terbuka hasilnya atau outcomenya tidak banyak berubah hanya jadi perusahaan kelas menengah karena efek dari ketatnya persaingan lini produk di pasar yang sama.
Sejumlah start up gulung tikar diberitakan pada tahun 2022 ini. Pendatang baru gagal menembus pasar padahal investasi yang ditanam sudah besar. Kabar terakhir perusahaan telah merumahkan karyawan besar besaran.
Transaksi lewat aplikasi digital dengan gadget diperkenalkan dan dimulai oleh bukan perusahaan yang berbasis bank. Diperoleh info ceruk pasar ini juga telah diramaikan oleh aktor bank konvensional.
Dimana bagi yang tidak bisa merebut pasar terbukanya. Akan membawa resiko akan status integrasi bank yang masuk ke dunia top up aplikasi digital untuk transaksi. Yang hasilnya cuma membawa nama bank papan tengah itu sekedar berstatus tetap sayup sayup saja karena belum jadi ikon baru meski dibidani salah satu orang terkaya di Asia.
Sejak mulai pandemi Covid-19 tahun 2020, sejumlah anggota DPR RI gugur dalam tugas dimasa aktif sebagai wakil rakyat.
Bersama itu pula cara kerja parlemen dipaksa berubah karena di DPR RI dilarang menggelar rapat pertemuan secara fisik atau jumlahnya dibatasi sesuai dengan protokol kesehatan Covid-19.
Maka pilihanpun harus diambil sebab DPR RI tidak boleh lumpuh sebagai salah satu dari 8 cabang kekuasaan negara yang diatur dalam UUD 1945 salah satunya yakni DPR RI.
Sejak itulah tata kelola parlemen dipaksa berubah. Manajemen di DPR RI serta merta langsung ikut mengalami transformasi dengan lahirnya aturan karyawan berkerja Work From Home, dan cuma penjabat pentingnya saja yang bisa tetap masuk kantor secara fisik karena Jakarta dalam status level IV atau merah yang terus makan korban saat itu tidak terkecuali di DPR RI.
Puncak disrupsi terjadi di pertengahan tahun 2022. DPR RI kembali sedang mulai fokus menyiapkan Parlemen Modern berbasis virtual dalam tranformasi baru melalui sosial media.
Adapun rencana dari pada aksi kerja Parlemen Modern nanti akan bakal ditandai dengan padat teknologi informasi dan pola kerja akan berubah jadi Work From Anywhere.
Terninologi WFA pertama kali diperkenalkan oleh Alfin Tofler dalam buku Megatrend, 1990, bahwa untuk berkerja tidak harus wajib masuk kantor setiap hari setelah ditemukannya akses komputer dengan satelit yang dikenal dengan sebutan koneksi internet, yang konteksnya sama dengan penguatan Parlemen Modern saat ini.
Gagasan besar ini di sampaikan oleh Indra Iskandar yang menjabat sebagai orang nomor satu di Birokrasi DPR saat bertemu wartawan di Mandalika tanggal 5 Agustus 2022 lalu. Indra akan merenovasi salah satu ruangan di DPR jadi kantor berbasis virtual.
Salah satu yang akan dibenahi menuju Parlemen Modern adalah lewat dengan memperbesar kapasitas WIFI di DPR RI agar cepat berkonvergensi dalam mendukung cara kerja automation office virtual dengan sosial media terkait fungsi dewan mulai Anggaran, Legislasi dan Pengawasan secara on line atau real time.
Fokus
Semenjak Pandemi Covid-19 dimana Parlemen dipaksa berkerja secara baru dengan menggunakan teknologi informasi virtual.
Pada saat itu pula perubahan baru telah membikin keterkejutan baru dibanding dari yang biasanya.
Pada saat itu kantor Parlemen sempat dalam suasana sepi senyap ditengah kemegahan gedung pecakar langit 21 lantai yang biaya perawatannya milyaran.
Kantor kerja anggota DPR serta merta juga kosong, Gaji besar berjalan terus, Gaji staf ahli tidak ditunda setelah penerapan Work From Home.
Penggunaan, Gadget, Lap Top, Aplikasi, Komputer dengan kapasitas besar. Akses dan fasilitas dengan Giga yang tidak kecil menjadi pilihan arus utama kebijakan baru yang diterapkan mulai pertama kali saat itu. Meski DPR RI sendiri tidak punya slot sendiri di satelit alias DPR RI masih indekos.
Hanya kebulatan terobosan dari Puan Maharani yang concern dengan WFH berkerja secara Virtual dari sejak awal agar DPR tidak makan gaji buta walau DPR dalam Status level IV dimana staf dan anggota mulai ada yang berjatuhan.
Berkat kepemimpinan Puan Maharani sejak mulai jadi Ketua DPR RI itulah pula, pintu parlemen tidak jadi lumpuh selalu terbuka. Puan tercatat sebagai Perempuan Pertama yang terpilih sebagai Ketua DPR RI sejak Kemerdekaan Proklamasi 17 Agustus 1945. Untuk diketahui Puan Maharani adalah cucu dari Ketua MPR dan DPR pertama Soekarno yang juga Presiden pertama.
Apabila rencana Sekjen DPR berjalan mulus nantinya maka dapat dipastikan parlemen virtual mendatang akan padat teknologi 4.0 yang membawa disrupsi penyingkiran dan penyesuaian bagi yang tergolong out of date.
Konsekuensi baru dan peluang baru dengan automation office kekinian yang mengandalkan jangkauan ruang angkasa. Bersama dengan itu pula dapat dipastikan akan membawa keharusan akan membawa perubahan prilaku baru di birokrasi dan bagi para politisi anggota parlemen. Dimana birokrat sebagai supporting sistim di DPR melekat secara integratif aktif.
Yang akan menjaring dan menyaring sumber daya manusia, SDM, baru yang adaptif dengan 4.0 untuk guna mengoptimalkan Parlemen Modern secara penuh.
Sebaliknya jika SDM nya masih konservatif tak kompatibel dengan zaman baru, maka panetrasi teknologi sebagai alat artinya tetap saja tergantung pada manusia sebagai penentunya, the man behind the gun.
Interaksi Parlemen Modern yang padat teknologi 4.0 pastinya akan menuntut outcome hasil yang maksimal. Yang dalam berinteraksi akan menyedot quota biaya internet bagi yang menggunakan atau mengaksesnya.
Resiko biaya besar baru akan jadi anggaran baru birokrasi, termasuk beban rakyat bagi yang ingin masuk akses aplikasi DPR RI secara digital.
Interaksi yang berupa dialog intensif antara anggota parlemen dengan rakyat sebagai pemegang kedaulatan dalam demokrasi digital. Nanti akan jadi salah satu tolak ukur baru berparlemen para wakil rakyat ketika menjalankan fungsinya atau sebaliknya malah semakin disfungsi semoga tidak.
Semestinya dengan aplikasi sosial media yang berkolaborasi dengan anggota parlemen justru akan terbantu guna mengefektifkan Parlemen Modern nanti mulai dalam serap aspirasi sampai jadi inspirasi pertanyaan melalui parlemen digital sehingga akan sejalan dengan peran Parle, digaji sebagai wakil rakyat untuk berbicara.
Konsekuensi lain adalah anggota parlemen di masa 4.0 dapat dipastikan bagi yang tergolong kriteria masih 4D yakni duduk, diam, duit, datang, akan terseleksi alami jika tidak ingin kesepian di DPR RI. Begitu juga nanti akan kelihatan siapa politisi murni, pengusaha politisi, politisi pemain proyek dan komparador dari hari ke hari akan lebih mudah dikenali dan dipetakan didalam rekam jejak publik. Yang pasti waktu akan menguji semua politisi produk pemilu transaksional berbiaya tinggi.
Ancaman lain yang tidak kalah vitalnya adalah munculnya hecker, buzzer, influencer, endosment, mesin robot siluman, yang jadi momok dalam dunia sosial media karena akan bisa bias mengelabui objektifitas yang tambah hari semakin semarak, disisi lain ini menantang perkembangan ilmu pengetahuan aplikasi sosial media yang berbasis WIFI untuk memperkuat benteng pertahanan pre emptif.
Alfin Tofler sudah mengingatkan akan hilangnya mesin tik, faksimele, telepon dengan sistim informasi tekonologi yang berbasis semi konduktor dan setelit.
Tapi Alfin tidak memprediksi akan lahir siluman siluman dalam aplikasi program internet.
Hari ini nyawa itu ada pada jari jari kita sebagai penentunya yakni kepada manusianya
Manusia dibalik modernisasi parlemen tetap kunci dan penemtu, sedang teknologi dan sistim hanya benda instrumen.
Sosial media bukan kunci sakti bahwa aotomation office yang berintegrasi dengan sosial media cuma sekedar hanya untuk menipiskan bukan untuk menghilangkan sekat sekat relasi parlemen dengan publik di era manusia bebas dan bebas berekspresi serta berinovasi tidak kecuali generasi old, milenial, y dan z yang bisa membikin tertawa sendiri bagi yang well gadget di era kebebasan ini.
Yang relasinya dengan DPR bahwa parlemen hadir di sosial media memiliki 4 mata bestie yaitu, sosialisasi, mendekatkan parlemen dengan rakyat, uji publik atas kebijakan, dan yang terpenting uji nyali saat memiliki pandangan yang sama juga dengan yang berbeda dalam pertanggung jawaban publik sebagai lembaga negara didalam negara demokrasi.
Tertantang dengan Parlemen Modern. Siapa Takut !!!.