Bali, Indo Merdeka – Pandemi covid-19 yang mengguncang ketahanan global diakui oleh Senior Adviser Direktur Kesehatan Dunia (WHO), Bruce Aylward. Menurut Bruce salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh WHO adalah adanya kesenjangan pelayanan kesehatan dasar.
“Karena pelayanan kesehatan dasar adalah hal yang penting dan menjadi kebutuhan besar semua orang. Tetapi kenyataannya, terutama karena pandemi, lebih dari 2 miliar orang tidak memiliki akses ke pelayanan Kesehatan,” kata
Burce dalam diskusi daring yang diadakan oleh Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) di Bali, (14/11/22).
Bruce menyampaikan seluruh sistem kesehatan dunia saat ini mengalami kerusakan. Hal tersebut terbukti ketika dunia kehilangan lebih dari 15 juta petugas kesehatan karena covid-19. Situasi ini kata Bruce menuntut kerja sama yang saling terhubung antara negara.
“Harus ada kerja sama untuk menambah petugas kesehatan yang cukup, memberikan mereka vaksin dan pelatihan yang cukup sehingga mereka bisa melakukan pengawasan,” ujar Bruce.
Sementara ketika ditanya terkait strategi WHO untuk memperbanyak tenaga kesehatan, Bruce mengatakan WHO telah hadir lebih dari 150 negara di dunia
“Kami hadir secara fisik untuk membantu pemerintah dan mitra kerja kita untuk mengatasi berbagai masalah,” pungkasnya dalam diskusi bertema “Komitmen G20 Membangun Arsitektur Kesehatan Global.”
Selain itu, lanjut Bruce, WHO juga memiliki jaringan yang sangat luas untuk memantau negara-negara yang telah menyelesaikan masalah kesehatan ini.
“Banyak negara sudah bisa menyelesaikan permasalahan utama kesehatan dan memecahkan tantangan dalam sistem perawatan kesehatan utama,” tegasnya.
“Kami melihat ada beberapa kemajuan besar di beberapa tempat di India, Indonesia dan juga beberapa tempat di Afrika,” imbuhnya.
Indonesia sendiri, kata Burce, telah melakukan pekerjaan yang luar biasa. Pertama memastikan Indonesia memiliki cukup petugas kesehatan dan kemudian memastikan bahwa mereka memiliki pelatihan dan peralatan yang mereka butuhkan, terutama di masa pandemi.
“Indonesia telah bekerja dengan keras untuk membuat lebih banyak vaksin, serta cara membuat lebih banyak obat, bagaimana cara memperluas kapasitas produksi,” terangnya.
“Jadi Indonesia telah belajar banyak dari pelajaran luar biasa (covid-19-red) dan ini dapat dibagikan untuk membantu negara-negara lainnya di dunia. Ini yang dilakukan Indonesia dalam presidensi G20 ini,” tukasnya.
Pada kesempatan yang sama, Burce mengatakan, pihaknya akan terus mendorong program saling membantu antara negara dan saling memberi
masukan untuk bisa membuat sistem yang lebih baik. Sebagai informasi, ada tiga fokus yang didorong Indonesia dalam memperkuat arsitektur kesehatan global dalam Presidensi G20 Tahun 2022. Pertama, komitmen untuk membangun ketahanan sistem kesehatan global yang membutuhkan mobilisasi sumber daya kesehatan dan keuangan yang esensial atau melakukan pencegahan, kesiapsiagaan dan merespon pandemi atau Prevention, Preparedness and Response (PPR), selain peningkatan sistem pengawasan kesehatan global.
Kedua, melakukan harmonisasi standar protokol kesehatan global. Hal itu dinilai penting untuk mendorong mobilitas masyarakat di seluruh dunia dan kembali menggerakkan ekonomi. Terakhir, yakni penguatan arsitektur akan didorong dengan memperluas pusat manufaktur global yang akan mencakup vaksin, terapi, diagnostik ke negara-negara berkembang, serta berbagi pengetahuan mengenai PPR dalam krisis kesehatan. (ril)