Muara Enim, Indo Merdeka – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) mengungat hasil pemilihan Wakil Bupati (Wabup) Muara Enim yang dilaksanakan oleh DPRD Kabupaten Muara Enim yang menetapkan Ahmad Usmarwi Kaffah ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palembang.
Sontak gugatan itu mendapat kecaman dari berbagai lapis masyarakat Muara Enim. Mereka menilai keputusan DPRD Muara Enim itu sudah benar dan sesuai mekanisme demokrasi.
Gandi salah seorang warga Desa Bangun Sari, Kecamatan Gunung Megang mengaku heran dengan beberapa LSM yang mengugat hasil pemilihan yang dilakukan DPRD Muara Enim ke PTUN.
Dia menilai aksi yang mereka itu sangat bermuatan politis. Lantaran pemilihan Wabup Muara Enim 6 September 2022 baru digugat pada 22 September 2022.
“Berarti ini sangat bermuatan politis kenapa tidak setelah pemilihan itu langsung mengugat ke PTUN kenapa baru 16 hari kemudian mengungat. Seharusnya juga kan mereka bersuara sebelum ada pemilihan yang dilakukan oleh DPRD Muara Enim itu,” kata Gandi, Kamis (22/9/2022).
Menurutnya, warga Muara Enim menyambut gembira adanya pemillihan Wabup terpilih yang dilakukan oleh DPRD Muara Enim. Lantaran sebelum pemilihan pun banyak masyarakat yang mendukung DPRD Muara Enim mencari sosok pemimpin baru yang sudah bertahun-tahun kosong.
“Sebelum pemilihan kan masyarakat sudah ada aksi ke DPRD Muara Enim meminta Wabup segera ditunjuk. Kenapa mereka terkesan diam. Eh setelah ada keputusan ini beberapa pekan berjalan kemudian mereka mengugat. Kan itu aneh,” jelasnya.
Hal senada juga diungkapkan, Agus, Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Palembang yang berasal dari Desa Gelumbang, Kecamatan Gelumbang.
Agus menilai apa yang sudah dilakukan oleh DPRD Muara Enim sudah benar dilakukan. Lantaran tidak mendapat larangan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Ini memang sudah sesuai prosedur, ya tidak salah. Karena jabatan pemimpin di Muara Enim ini sudah sangat lama kosong sehingga DPRD melakukan pemilihan ini sesuai kehendak masyarakat dan tidak melanggar konstitusi,” katanya.
Sementara itu, Budi Kurnia, warga Belimbing Jaya, Kecamatan Belimbing mengatakan menilai LSM yang mengungat ke PTUN itu tidak menginginkan Muara Enim maju dan masyarakat sejahtera.
“Untuk apa digugat-gugat keputusan DPRD Muara Enim ke Pengadilan? Sudah bertahun-tahun pemimpin disini kosong. Mereka itu memang warga Muara Enim atau tidak? Mereka tidak mau daerah ini maju. Muara Enim sudah tertinggal dari Kabupaten dan Kota di Sumsel,” ungkapnya.
Sementara itu, Ihsan Rizki, warga Megang Dalam, Gunung Megang mengaku heran dengan LSM yang melaporkan hasil keputusan DPRD Muara Enim itu ke pengadilan.
Menurutnya, Kemendagri, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel, DPRD Muara Enim tidak melarang hal itu.
“Pemilihan itu tidak ada larangan, sesuai hukum. Kenapa masih digugat-gugat,” pungkasnya.
Pengamat Hukum Rio Chandra Kesuma, M.H., C.LA. menilai apa yang dilakukan LSM yang mengajukan gugatan ke PTUN itu legal standingnya tidak kuat.
Menurutnya, mereka harus menunggu Surat Keputusan (SK) Kemendagri keluar terlebih dahulu.
“Meski ada gugatan itu bagi saya tidak akan menghambat proses yang ada. Jadi saya memandang bahwa gugatan ke PTUN kemarin itu terlalu prematur,” kata Rio.
Rio menilai mekanisme proses politik oleh DPRD Muara Enim itu sudah selesai. Dari segi partai politik yang mengusung Wabup pada 2018 lalu juga sudah sepakat mengusung calon yang ada.
Selain itu, pihaknya menilai seharusnya selaku Pj Bupati Muara Enim, Kurniawan dan Sekda Muara Enim, Riswandar menengahi akan hal ini.
Serta memberikan pemahaman ke lembaga-lembaga masyarakat melalui Kesbangpol. Bukan malah bersifat pasif sehingga memunculkan narasi-narasi di tengah masyarakat yang dapat mencederai nilai-nilai demokrasi.
“Pj Bupati Muara Enim seharusnya memfasilitasi hal ini agar tidak terjadi pergerakan-pergerakan yang dapat menjadi sejarah kelam bagi anak cucu kita nanti di Muara Enim yang mana sejarah mencatat demokrasi tercederai karena kepentingan politis semata,” pungkasnya.