Palembang, Indomerdeka – Salah satu penyebab terjadinya penipuan dalam transaksi online adalah pencurian kode rahasia OTP (one time password) oleh penipu. Bahkan, fenomena yang terjadi belakangan, banyak korban penipuan yang memberikan langsung kode rahasia OTP kepada pelaku.

Penyanyi Aura Kasih mengaku kehilangan uang Rp11 juta yang ia simpan di aplikasi transportasi via daring (online) Gojek usai akun alat pembayaran Gopay-nya diretas.

Pada umumnya, kasus saldo Gopay yang raib disebabkan oleh pengguna dengan mudahnya memberikan kode one time password atau OTP kepada oknum yang mengatasnamakan Gojek Indonesia atau penyedia layanan melalui sambungan telepon.

Dalam kasus seperti ini, pelaku menelepon korban. Pelaku berbicara dengan teknik yang sugestif sehingga korban bisa dengan mudah terperdaya, hingga kemudian memberikan kode rahasia OTP mereka. Biasanya, mereka bermodus membantu proses transaksi yang bermasalah

Pakar Hipnoterapi, Hengki Yuliansyah menyebut hal itu merupakan hipnosis, yakni ketika seseorang fokus pada suatu momen tertentu. “Kondisi ini biasa terjadi pada seseorang, dan sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari,” jelasnya.

Ia menyebutkan ada tiga hal penyebab hipnosis. Pertama, seseorang dalam kondisi fokus tinggi pada sesuatu, sehingga pikirannya terpusat pada hal tersebut. Kedua, saat seseorang berbicara pada figur otoritas, seperti orang tua atau bos.

Terakhir, hipnosis terjadi saat orang-orang mengalami emosi tertentu, misalnya orderan transaksi onlinenya mengalami masalah atau mendapatkan berita bahwa kurir mengalami masalah. Kondisi inilah yang dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan yang melakukan penipuan lewat telepon. Dalam kasus seperti ini, pelaku masuk dan berselancar dalam pikiran korban, memanfaatkan kondisi emosionalnya.

“Maka terjadilah state, yakni kondisi di mana orang akan melakukan sesuatu dengan dalam kondisi tidak terpaksa. Saran-saran yang masuk, kemudian diterima oleh korban tanpa dianalisa,” jelas Hengki.

Dalam kasus penipuan online, pelaku terlebih dahulu memberikan fokus suatu hal yang mengaduk emosi korban, misalnya dengan memberikan pengumuman hadiah mendapatkan pulsa atau saldo dompet elektronik, atau menginformasikan musibah yang dialami salah satu anggota keluarganya. Pelaku kemudian mengarahkan korban untuk melakukan hal-hal tertentu yang berujung pada penipuan. Korban yang mengalami emosi kemudian melakukan hal-hal yang diarahkan oleh pelaku.

Dalam kasus seperti ini, Hengki mengungkapkan ada pola komunikasi yang dilakukan oleh pelaku. Pelaku menggunakan kalimat-kalimat yang masuk ke pikiran korban. Cara ini sering berhasil membuat korban tertipu karena pikiran kritis korban tidak aktif.

Menghadapi adanya kemungkinan ancaman tersebut, Hengki memberikan saran agar terhindar dari penipuan transaksi online. Cara yang dilakukan adalah membangun pikiran kritis. Ia mengungkap ada lima cara mengaktifkan pikiran kritis.

Pertama, menerima telepon dengan telinga kiri. Hal ini sesuai dengan ajaran agama bahwa kebaikan masuk lewat telinga kanan dan keburukan masuk lewat telinga kiri. Dengan mendengarkan hal asing melalui telinga kiri, maka akan membuat kita waspada terhadap informasi tersebut. Selain itu, maka telinga kanan tetap akan siap dan waspada terhadap “bisikan” baik.

Kedua, saat diarahkan oleh seseorang melalui telepon, jangan langsung dijawab tetapi ambil waktu untuk berpikir. Saat disuruh melakukan sesuatu, diamlah selama 5-10 detik untuk berpikir dengan tenang dan tidak tergesa-gesa memutuskan atau melakukan yang diarahkan penelepon.

Ketiga, berpikirlah pada goals (tujuan). Saat menerima telepon dan mendengarkan pembicaraan, maka bertanyalah pada diri sendiri tentang apa maksud dan tujuan dari pembicaraan di telepon tersebut.

Keempat, hindari untuk hanyut dalam kondisi tertentu seperti yang disampaikan oleh penelepon. Saat mendengarkan penjelasan penelepon, gali fakta-fakta dan tetap aktif berpikir.

Terakhir, waspada terhadap nomor asing yang menelepon. Saat menerima telepon, tegakkan badan, jika memungkinkan, berdirilah. Kondisi itu akan membuat kita lebih waspada daripada menelepon sambil duduk, apalagi rebahan santai, maupun sambil mengemudi.

Bagikan: