Jakarta, Indo Merdeka – Harga minyak jatuh sekitar dua persen pada akhir perdagangan Senin (24/1) waktu AS atau Selasa (25/1) pagi WIB. Mengutip Antara, Selasa (25/1), harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Maret tergelincir 1,8 persen atau US$1,62 ke level US$86,27 per barel.

Sementara itu untuk minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk kontrak pengiriman Maret, harganya jatuh US$1,83 atau 2,2 persen ke level US$83,31 per barel.

Kejatuhan terjadi setelah kedua harga acuan minyak naik selama lima minggu berturut-turut. Harga minyak naik lebih dari 10 persen sepanjang tahun kemarin hingga membawanya ke level tertinggi sejak 2014 lalu.

Analis menyebut penurunan harga minyak kemarin dipicu kekhawatiran investor atas kemungkinan percepatan kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS, Federal Reserve AS.

Mereka khawatir percepatan akan menekan aset berisiko termasuk minyak sehingga membuat harganya tertekan. Kekhawatiran bukan tanpa alasan.

Sejak spekulasi The Fed bakal mempercepat kenaikan suku bunga acuan, sejumlah saham Wall Street dan harga minyak merosot.

“Semuanya tertekan,” kata mitra di Again Capital Management John Kilduff.

Meski melemah, analis percaya harga minyak akan naik tinggi dalam jangka panjang. Kenaikan dipicu ketegangan geopolitik yang terjadi di sejumlah kawasan, salah satunya antara Rusia dan Barat atas Ukraina.

Selain di kawasan Eropa, ketegangan juga terjadi di Timur Tengah.  Ketegangan terjadi antara Uni Emirat Arab dan Houthi.

Awal pekan lalu, UEA mencegat dan menghancurkan dua rudal balistik Houthi yang mengarah ke mereka. Ketegangan itu memicu kekhawatiran pasar pasokan minyak di Eropa Timur akan terganggu sehingga berpotensi mendongkrak harga minyak.

“Eskalasi lebih lanjut dari situasi di Ukraina dan Timur Tengah memberikan risiko pada kenaikan harga minyak karena negara-negara yang terlibat; Rusia dan UEA adalah anggota penting OPEC+,” kata analis Commerzbank, Carsten Fritsch.

Sumber : CNN Indonesia

Bagikan: