Jakarta, Indo Merdeka – Sejumlah saham dunia anjlok akibat ketegangan geopolitik antara Rusia dan Ukraina. Kisruh menyebabkan investor ‘membuang’ aset berisiko seperti saham sehingga membuat harganya jatuh.

Kejatuhan salah satunya terjadi di bursa AS. Mengutip Bloomberg, Senin (14/2) pagi, Dow Jones Indus. AVG turun 503,53 poin atau 1,43 persen pada Senin (14/2) pagi. Selanjutnya S&P 500 Index turun 85,44 poin atau 1,90 persen. Nasdaq Composite turun 394,49 poin atau 2,78 persen.

Sementara, NYSE Composite Index merosot 190 poin atau 1,13 persen. Bursa Eropa juga mengalami hal serupa. FTSE 100 Index di Inggris turun 11,38 pin atau 0,15 persen. CAC 40 Index di Perancis turun 89,95 poin atau 1,27 persen. Dax Index di Jerman turun 65,32 poin atau 0,42 persen.

Bursa saham Asia juga ikut merosot. Tercatat, indeks Nikkei 225 di Jepang turun 635,39 poin atau 2,29 persen. Kemudian, indeks Hang Seng Composite di Hong Kong turun 12,39 poin atau 0,33 persen.

Sementara indeks Kospi di Korea Selatan turun 37,87 poin atau 1,38 persen.

Sebagai informasi, Kisruh Rusia dan Ukraina terus berlanjut. Presiden Rusia Vladimir Putin pada 8 Februari 2022 lalu menyebut jika Ukraina bergabung dengan NATO, dan memutuskan untuk merebut kembali Crimea melalui operasi militer, ini berarti negara-negara Eropa secara otomatis akan mengalami konflik militer dengan Rusia.

Di sisi lain, konflik kedua negara tersebut justru mendongkrak harga minyak dunia. Harga minyak naik 3 persen pada perdagangan Jumat (11/2) waktu AS atau Sabtu (12/2) pagi ke level tertinggi baru dalam tujuh tahun belakangan ini.

Mengutip Antara, Senin (14/2) ini, harga minyak mentah berjangka jenis Brent untuk pengiriman April menguat US$3,03 atau 3,3 persen ke level US$94,44 per barel.

Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Maret melonjak US$3,22 atau 3,6 persen ke US$93,10 per barel.

Analis menyebut posisi Rusia sebagai salah satu produsen energi utama dunia membuat pasar khawatir ketegangan itu akan mengganggu pasokan sehingga membuat harga minyak melonjak.

“Jika invasi terjadi dan Anda tahu akan ada sanksi pembalasan yang akan mengakibatkan gangguan pada pasokan gas alam dan minyak. Itu membuat harganya naik,” Andrew Lipow, presiden Lipow Oil Associates di Houston.

 

 

 

 

sumber:CNN Indonesia

Bagikan: