Jakarta, Indo Merdeka – Revisi UU Kehutanan yang berlangsung di Badan Legislasi DPR menekankan pada pemerataan sebagai koreksi atas tata kelola hutan yeng mengutamakan pertumbuhan dan stabilitas yang menyebabkan warga disekitar hutan tidak bisa masuk kewilayah hutan dan memungut ranting kayu yang sudah tidak bernilai lagi.

Ini diutarakan anggota Baleg Irmadi Lubis dari Fraksi PDI Perjuangan disela sela rapat Baleg yang membahas revisi UU Kehutanan di DPR Jakarta selasa (1/9/2020).

Implementasi tersebut baru berjalan sejak Menteri Kehutanan dijabat oleh Siti Nurbaya dengan terbitnya Permen yang membatasi perizinan hutan maksimal 50 ribu hektar guna mencegah terjadinya monopoli dan oligopoli.

Irmadi mengatakan, oleh karena yang membuat Undang Undang adalah DPR harus mengacu pada pasal 5 dari TAP 16 MPR tahun 1998 tentang Demokrasi Ekonomi yang sampai sekarang masih berlaku.

“Bahwa setiap badan usaha BUMN atau swasta besar berhak untuk melakukan usaha dan mengelola sumber daya alam harus dengan berkerjasama dengan usaha kecil menengah dan koperasi. Sifat TAP ini sudah jadi kewajiban sejak reformasi”, tegasnya.

Katanya, ada dua kesalahan orba dalam tata kelola hutan yakni sentralisasi dan mengejar pertumbuhan sementara warga disekitar hutan jadi sumber kemiskinan baru.

Irmadi optimis revisi tata kelola UU Kehutanan akan mengacu pada TAP MPR Nomor 16 tahun 1998 tentang demokrasi ekonomi.

Yang berbeda dan baru dalam RUU ini adalah pemerintah merubah izin kehutanan menjadi perizinan berusaha kehutanan dengan mewajibkan berkerjasama dengan individu, kelompok masarakat kehutanan, BUMDes dan Koperasi berkerjasama dengan BUMN dan swasta besar. (oce)

Bagikan: