Jakarta, Indo Merdeka – Perpu Nomor 1 Tahun 2020 atau UU Nomor 2 Tahun 2020 telah memberikan kewenangan yang powerfull agar bisa menyelesaikan masalah ekonomi dan masalah kesehatan.

“DPR sampai tidak bisa mengotak-atik, nggak boleh, tidak punya hak DPR untuk mengutak-atik defisit APBN, dan penggunaan anggaran semua terserah pada pemerintah, mau di mana, mau diapakan, untuk siapa, silahkan. Jadi luar biasa UU itu”.

Ini dikatakan Andi Akmal Pasludin anggota DPR dari Fraksi PKS di Jakarta selasa (25/8/2020).

Dijelaskan, pasal 2 dikatakan bahwa pemerintah hanya melalui Perpres, peraturan presiden sudah bisa menetapkan defisit APBN, sementara aturan lama mengatakan bahwa defisit APBN maksimal 3% dari PDB.

“Akan tetapi dari sisi output yang kita inginkan atau outcomenya malah tidak tercapai sampai melahirkan gejala resesi pada kuartal II dan III”, ujarnya.

Padahal di ibaratkan Presiden sebagai sebagai CEO, chief executive officer telah diberikan wewenang atau kekuasaan utuh dari membuat undang-undang sendiri, dana anggaran bisa dipakai sendiri, bahkan para pejabat yang menjalankannya bebas dari masalah hukum, imbuhnya .

Namun jika kita evaluasi ada yang berhasil, dan ada yang tidak berhasil, tegasnya.

Dalam catatan saya, pemerintah telah 3 kali merubah besaran defisit. Sesuai UU Keuangan Negara defisit pertama hanya 3%, Setelah adanya Perppu Nomor 1 tahun 2020 diatur defisit boleh diatas 3 %.

Terakhir setelah diterbitkan Perpres defisit sudah mencapai angka 5,7 % dari PDB, ungkapnya..

“Saya bisa tau ini karena saya juga anggota Badan Anggaran DPR saat itu, yang menetapkan bahwa APBN 2020 hanya defisit Rp 300 triliun atau tidak boleh lebih dari 3%”, katanya.

Kemudian muncul Perpu yang menetapkan defisit 5,7%, atau sama dengan Rp 853 triliun dari PDB.

Dalam perjalanan ternyata telah di rubah kembali oleh pemerintah. Dan oleh karena sudah bebas dan tidak perlu melalui persetujuan DPR. Alhasil defisit sekarang telah membengkak jadi Rp 1.028 Triliun atau 6,7% dari PDB.

“Artinya jika defisit tambah besar, Untuk tambal APBN artinya lewat hutang tambah besar. Dengan alasan untuk pemulihan ekonomi nasional dan pemulihan kesehatan”, katanya lagi.

Realisasinya,malah dari sisi pandemi kesehatan kurvanya naik terus.

Yang kemudian berefek pada ekonomi keluarga terdampak, Yang pada kuartal II kita sudah minus 5,32 % . Jikalau nanti masih minus lagi di kuartal III berarti kita sudah masuk yang namanya Resesi Technical, pungkasnya. (oce)

Bagikan: